Monday, June 26, 2006

Hati-hati berbahasa tulis


Tadi siang menjelang lunch break, tiba-tiba ada telpon masuk. 021-579XXXX hmmm ... siapa ya? Panggilan interview kah?
Ternyata ... "Bow ... gue Andin!"Halaaah ... mantan teman sekantor di kantor lama hahhahaha ...

Ceritanya, beliau ini lagi agak sebel dengan seseorang di suatu organisasi sosial yang dia ikuti. Wah! Saking sebelnya sampe sempat-sempatnya menelpon saya. Jadi, di organisasi sosialnya yang sebut aja A gitu sedang mengadakan suatu event dalam rangka penggalangan dana or something. Di organisasi A ini, pengurusnya terdiri dari banyak orang yang mostly adalah pekerja-pekerja sibuk sehingga koordinasi seringkali dilakukan melalui messenger. Selain praktis dan menghemat pulsa HP masing [walopun sebenernya msger sebenernya fasilitas kantor bukan??]. Nah, gangguan ini terjadi ketika salah satu anggota baru yang di tempatkan di divisi humas dinilai kurang sopan. Awalnya Andin berpikir bahwa itu hanya perasaannya saja, tapi kok ternyata beberapa rekan-rekan di organisasi A ini kok mulai berpikir hal yang sama.
Me : "Emang kenapa sih si [sebut saja] Tuti ini?"
Andin:"Bahasa tulisnya tuh, mbak!"
Me:"Kenapa gitu bahasa tulisnya?"
Andin:"Ganggu beneeerrrr ..."
Me:"Seganggu apa sih?"
Andin:"Jadi kalo minta sesuatu, gak pernah gitu pake kata-kata tolong ato please ato apapun itu."
Me:"Menurutmu kurang sopan gitu?"
Andin:"Kalo kata-kata yang dia kirim baik-baik mungkin masih bisa terima sih, Mbak?"
Me: "Tapi ...."
Andin:"Masak, gak ada angin gak ada ujan, tiba-tiba di messanger tulisannya gini :
PRESS RELEASENYA MANNNNAAAA NEEEEHHHHHHHHHHHHHHHHHHH????????????
atau
Kirim gw yaaaaaaaaaaaa .... gw butuh neeeeeeeeehhhhhhhhh!!!!!!!

Andin:"Ganggu kan mbak? Kesannya, kayak gue salah apa gitu sampe dimarah-marahin ato ditereakin kayak begitu."

Sebenarnya si Andin tidak merasa bahwa dia lebih senior or something. Yang dipermasalahkan adalah manner nya. Apa dia gak bisa minta baik-baik like "Press releasenya udah beres belum ya? Mo dikirim nih soalnya?" more or less something like that lah.
Kemudian saya tanya balik ke dia, "Kenapa gak lo tegur aja? Apalagi anggota lain kan juga mempermasalahkan attitudenya yang seenaknya itu? Bilang aja, tanda serunya satu aja cukup 'kan?"
Andin: Udah, Mbak. Gue bilang aja, minta baik-baik kan bisa gak perlu kayak orang marah gitu kan?
Me : Good point. Dia bilang apa terus?
Andin : Dia bilang, kan gue udah anggep lo kayak temen gue sendiri, jadi ya boleh dong?
Me : What? Masih kuliah kali? Jadi mungkin memang gitu cara ngomong nya. Secara dia masih blm kerja jadi masih kebawa gitu.
Andin : Mbak, please deh! Dia itu sekolah di one of the best PR school di sini dan kerja as a PR person. Dan kelakuannya kayak gitu. Umurnya udah sekitar 26 gitu deh. She should've known better then that! PR gitu loh!
Me : hehehhe .. masi brondong ya bow! Emang pas lo tegur dia bilang apa?
Andin : Dia bilang, iihhh iiyaaaaaa iyaaaaaa, sorryyyyyy ddeeeeeehhhhhhhhhhhhh! Yang menurut gue gak tulus. Minta maaf kok ada DEH nya. Kok bisa gitu ya dia jadi PR person kalo attitude nya kayak gitu? Ini gue ngomong ama lo daripada gue emosi nulis surat teguran yang gimana-gimana neh!

Hal ini bisa terjadi karena Andin dalam hal menegurnya mungkin kurang mengena. Mungkin juga karena si TUti ini berpikiran tidak ada yang salah dengan apa yang dia tulis, karena that's just the way she is. Atau mungkin Tuti bahwa terkadang menuliskan sesuatu di messenger dengan menggunakan capslock [huruf besar semua] ataupun menggunakan satu huruf yang berulang-ulang ataupun juga tanda baca yang berlebihan terkadang membawa dampak yang kurang mengenakkan bagi pembaca tulisan tersebut, sehingga bisa saja si pembaca berpikir penulisnya sedang marah atau semacamnya. Ataupun pemilihan kata-kata yang dipilih berkesan bossy sehingga membuat orang lain merasa tidak nyaman.

Me : Kalo ketemu muka gitu ... orang nya bossy kah, Ndin?
Andin : Yak ampun, Mbaaaakkk ... Pertamanya gue pikir juga begitu! Gue pikir dia orang nya yang suka menonjolkan diri, tipe-tipe yang kalo ngomong out loud. Ternyata ... dia itu tipenya pendiem banget. Tidak kelihatan outstanding among the other member. Kalo yang lain ngomong ato ngobrol, dia cuman liat memperhatikan. Gue sampe heran sendiri deh!
Me : Aneh!? Tapi mungkin, orang-orang pendiem seperti itu justru dari segi bahasa tulisnya suka hiperbolik. Seperti menjadi orang yang lebih powerful melalui tulisan tapi bukan pas mereka ketemu langsung.
Andin : Kok bisa?

Meluncurlah cerita yang mirip dengan yang diceritakan oleh Andin. Pada waktu itu, kantor kami punya freelance graphic designer, sebut saja Andi. Jadi order-order selalu kami [lebih tepatnya ke bagian marketing saya] diskusikan dengan si Andi ini melalui messenger. Segala macam prosedur penagihan dan jatuh tempo pembayaran juga sudah kami jelaskan bla bla bla secara panjang lebar. Entah mengapa pada saat setelah ada pentransferan ke rekening si Andi ini, dia mengimel salah satu staff marketing kami dan menulis seperti ini.
Aku dah terima pembayaran invoice yg nomer sekian, tapi kenapa invoice satunya kok gak dibayar sekalian. Jangan buang waktuku cuman buat beberapa liter bensin. Tolong ditransfer paling lambat besok jam 12 siang.


Nadanya mengancam sekali! Ini pembicaraan antara client dan supplier yang mestinya lebih tertata baik. Salah satu staff marketing kami yang menjadi contact person dengan si Andi ini sempat bilang,
My Marketing Girl [MMG]:"Mbak, kalo aku tersinggung banget! Ngomongnya kok gitu sih?"
Me :"Emang udah kamu jelasin sistem pembayaran dll dll"
MMG:"Udah! Dan dia udah ngerti."
Me:"Sangar ya orang nya?"
MMG:"Hmmm ... orang nya loh diem bangetttt. Diajak ngomong aja nunduk, sama plegak pleguk gak jelas gitu ngomongnya."
Me : "Ehhh .. hebat bener dia kalo nulis imel?"

Akhirnya kami putuskan untuk menelponnya. Ya istilah nya untuk clear the air. Saya bilang ke anak-anak, keep on calling him, sampe ketemu si Andi sendiri. 'Kan gak enak kalau dipikirnya kita menunda-nunda pembayaran, padahal pembayaran belum jatuh tempo. Tapi alhasil ya ... sejam sekali dong si Andi ini ditelpon oleh my girls. Dan tidak pernah sekalipun diangkat. Takut apa gimana ya? [Mungkin dia pikir, wong aku yang nagih kok aku yang diuber-uber via telpon gini ya? hahahahha]. Anyway, akhirnya baru hari ke 2 bisa ditembus telpon si Andi itu.

MMG : Andi, saya sudah terima imelnya. Sepertinya Andi bingung dengan sistem pembayaran?Andi : Oh .. enggak kok mbak heheheh [aneh?]
MMG : Loh katanya kita buang waktu Andi dengan melakukan pentransferan dengan jadwal yang beda?
Andi : hehehe ... enggak kok hehehehe [haaaaa???????]
MMG : Apa Andi bingung dengan sistem kami? Perlu dijelaskan lagi?
Andi : Owh .. gak usah heheheh ... udah ngerti kok?

Orang yang aneh??? Sepertinya sekuat baja bertulang besi bagaikan Gatot Kaca di email, tapi kok begitu ditelpon kok cuman cengingas cengingis? Apa dia krasa salah karena gak ngecek2 dulu tapi udah terlanjur email? Ahhh ... sutra lah!

Dari cerita saya yang panjang bin lebar ini, saya hanya coba share bahwa kadang apa yang kita pikir benar belum tentu okay untuk orang lain. Mungkin dengan membuka mata dan telinga lebar-lebar, melihat lingkungan sekitar dan selalu mencoba untuk bertindak tanduk yang baik dan sopan ke semua orang adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan dalam pergaulan. Well ... emang susah ngomongin hal kayak begini, karena persepsi setiap orang bisa jadi berbeda. Jadi,
enjoykanlah saja.


posted by .:nien:.

|