Monday, September 25, 2006
Pada saat tangan kiri tidak perlu tau

Setelah away dari kantor beberapa minggu dalam rangka tugas yang lebih mirip sebagai kerja rodi dan wisata kuliner, begitu back to the office, saya yang beraura curhat [alias orang kalo ketemu saya bawaan nya mo curhat mulu-heheheh] ini langsung deh mendapatkan berbagai macam banyak cerita atau story yang saya pikir sayang banget kalo tidak dipostingkan, yang ndilalah almost similar satu dengan yang lain. Why? Ya saya pikir ... sapa tau ada manfaatnya walaupun saya sendiri hanya bertindak as a messanger on this instead of somebody who really involves in the circumstances. Secondly, dalam rangka bulan baik, sapa tau dongeng yang saya bawa bisa dijadikan renungan lah ... Duh! Siapa saya siih???

Anyway, ketika saya masih SD dan mendapatkan pelajaran agama, ada suatu hal yang saya ingat bahwa apabila kita hendak bersedekah, memberikan sesuatu ataupun berbuat baik pada orang lain, intinya sebaiknya we better keep it for ourselves. Atau yang saya ingat adalah, apabila kita hendak memberikan sesuatu dengan tangan kanan, tangan kiri kita tidak perlu tau. Bahwa juga kita tidak perlu berpamer-pamer dalam melakukan kebaikan alias gak perlu riya' [Insya Alloh bener]. I really put that thought in mind. Entah cerita saya ini ada korelasi nya dengan ajaran ini atau tidak, tapi saya jadi berpikir kok agak nyambung ya?

STORY 1:
Di suatu kantor kecil yang hubungan antara satu orang dengan yang lain cukup dekat. Karena satu dan lain hal, di suatu hari yang indah salah satu member dari kantor itu mendapatkan hal yang tidak fair dari pihak manajemen yang bertindak based on the stakeholder's command. Karena mereka dekat satu dengan yang lain, mereka saling bantu membantu untuk supporting this member untuk mendapatkan keadilan. Mereka saling bantu dengan berbagai cara, menjadi pendengar, memberi jalan keluar, dan even some of them yang berposisi lebih tinggi bernegotiate untuk mencarikan jalan tengah agar terjadi win-win solution antara ke dua belah pihak. It was really a horrible situation that can happen in a very small environment seperti itu.

And finally, terjadilah jalan tengah yang walaupun tidak bener-bener di tengah-tengah, but at least keputusan itu dibuat atas kesekepakatan dan persetujuan semua pihak setelah that long and winding road. Entah mengapa karena si orang yang merasa menjadi victim ini ternyata berulah. Memang aslinya dia adalah seseorang yang memiliki strong personality [alusnya lah dari pada dibilang stubborn heheheh ...]. Dia merasa menjadi victim se victim-victim nya [duhhh ... berasa tempat dugem yang se party-party nya huahhahahahahha]. This person started to make a scene in the working environment by doing some unpleasant attitudes yang menurut the other members sangatlah mengganggu dan melelahkan emotionally.

At that time, I really think that it was some kind of manifestation of her/his dissapointment. Understandable, indeed! Akan tetapi, orang-orang di sekitarnya yang sudah membantunya merasa bahwa orang ini menghukum perusahaan melalui mereka. They thought that kalo emang dari awalnya gak setuju or something, say something. Jangan iya-iya tapi di belakang nya seperti ini. Ada juga yang mensuggest lagi agar dia bicara langsung dengan pimpinan mengenai ketindaknyamanan of being a victim yang sevictim-victimnya. Akan tetapi this person menolak ide tersebut dengan alasan tidak mau marah di depan sang boss, dia tidak mau lost temper and said nasty things in front of the boss. Oh Gosh! Nah mau nya apa coba?

Hingga di suatu hari yang indah, terjadi lagi suatu friksi yang berefek ke lingkungan yang lebih luas dibandingkan hanya the member of the team, such as suggesting things which against the company policies to the customer, saying unimportant things ehm ... revealing company's internal business to the open public. Mau tidak mau, sang boss yang awalnya diam karena tau bahwa si victim ini mempunyai karakter yang keras akhirnya berpikir I gotta do something!! Keluarlah SP [surat peringatan] untuknya.

Menurut first hand info, bahwa sebenernya SP itu bukan bener-bener SP, tapi lebih ke arah ajakan untuk berdiskusi karena beberapa customer dari perusahaan tersebut datang kepada sang boss dan mengatakan bahwa si victim ini mengatakan hal-hal yang kurang pantas dan membingungkan mereka. During the meeting untuk membicarakan warning letter, si victim ini tetap keukeuh menolak pemberian warning letter itu yang eventually terkuaklah suatu fakta bahwa dia melakukan hal itu karena dia ingin didengar suara hatinya. Hello!?!?!?! EVerybody knows how you must've felt! All you need to do is talk to the right person!!!! Dia bahkan berkata pada si boss bahwa dia telah melakukan banyak hal akan tetapi si boss tidak membelanya sama sekali, tidak mensupportnya whatsoever dan dia sangat kecewa akan hal itu. Dengan suara yang gak kalah yahud dengan si victim ini, si boss berkata,
"Megan!! [anggep aja gitu nama nya Megan dari pada Bunga, Melati, Mawar - kayak korban KDRT ajah huahahahhahahh!] You don't know how much I have stood up for you in front of those stake holders. Supporting you and defending you is a part of my job! You don't have to thank me for this. You can check through all of my email how much I have begged for your convenience. I don't have to tell you this because THIS IS A PART OF MY JOB! [yang artinya : elo tuh kagak ngerti gua dah ampe kringetan belain elo di depan para juragan! Kalo gak percaya liat aja email gua, gua dah ngemis-ngemis ke mereka buat perhatiin nasib lo. Gua gak kudu pamer-pamer soalnya ya ini udah kerjaan gua ... taukkkkk!!!]

STORY 2:
I really think it's a simpler case than the previous one. Cerita ini lebih ke arah perbedaan pendapat antara dua orang kakak adik. Si kakak berkarakter lembut tapi sepertinya keras hati, sangat-sangat menganut aliran spiritual [keagamaan dll pokoke sepengetahuan si adik bau-baunya spirituaaaal ajah], sedangkan sang adik adalah seseorang yang sepertinya cuek, tapi cukup committed terhadap ajaran agama yang dia anut. Si kakak ini in the past few years sedang mengalami pencerahan yang entah apa itu sehingga apapun yang dia omongkan selalu dirasakan untuk dijadikan titah untuk yang mendengarkannya [well... dia jadi semacam orang yang sering dimintai saran untuk banyak hal].

Intinya ada satu hal yang menjadi ganjalan untuk si adik. Si adik yang lebih suka menjadi orang di belakang layar, suka dibuat resah. Pasalnya si kakak selalu menyuruh adik pada saat beramal atau apapun itu untuk, in a way, revealing him/herself. Sedangkan si adik selalu berpikir Lillahi ta'ala hanya dia dan Tuhan yang tau apa yang dia lakukan. Dia berikan sedekah dengan tangan kanan nya dan membiarkan tangan kirinya tak tau apa yang si tangan kanan ini lakukan. Even for simple thing, seperti menyisihkan sebagian penghasilannya untuk orang tua nya. Si adik lebih sering mentransferkan langsung ke rekening orang tua mereka, dan hal itu sangat-sangatpun mengganggu si kakak.

Ya ... mungkin maksud si kakak baik agar orang yang dibantu mengerti dari mana bantuan itu berasal sehingga si pemberi bisa didoakan. Good point! Ya ... hanya saja si adik suka merasa tidak nyaman dengan perbuatan yang memamerkan diri bahwa he/she has done something.

-o0o-


Saya sebenernya gak tau bagaimana harus berkomentar bagaimana mengenai masalah ini. Bodo-bodonya, menurut saya, menjadi orang di belakang layar, done tons of things tanpa diketahui orang lain but the good results, adalah perbuatan yang sangat humble dan noble. Saya yakin kok, bahwa Tuhan Maha Melihat dan lingkungan sekitar juga gak buta mengenai hal seperti ini. Akan tetapi, ada beberapa hal juga yang perlu dikomunikasikan secara tepat tanpa berkesan bahwa hal itu adalah pamer. Hasyaaahh ... udah waktunya buka. Saya buka dulu yaa ... and enjoykanlah the fasting month. Mohon maaf lahir dan batin! Maaf kalo postingan saya agak ngalor ngidul hahahahah ...


posted by .:nien:.

|