Saturday, August 18, 2007
Babe, Kau Merdekakan aku 17 Agustus 2006

Siang ini, 17 Agustus, di hari kemerdekaan ini tiba-tiba saya tercenung seperti teringat sesuatu. Something big ... I just can't remember what it is??

Entah kenapa pada saat saya melihat list di YM saya, saya terhenti di satu nama yang namanya ada, sering online tapi kami tidak berkomunikasi satu sama lain. Gosh! I remember this guy (that I don't know pretty well, I just know that he's Indonesian working overseas). Anggep aja namanya Bejo ehh kok gak keren, anggep aja namanya Anto. Dia adalah seseorang yang saya ajak ngobrol di tanggal 17 Agustus tahun lalu, di saat saya devestated dengan mata bengkak. Topic of the conversation? Almost nothing meaningful, just his grumble about he had to work while most Indonesian were on holidays. Me? just commented with yeah, really? serious? you kidding?

God! It's been a year since that day! Hari setelah malem sebelumnya finally ada keputusan untuk memutus lingkaran setan yang selama 7 tahun tiada kejelasan whatsoever. I was up all night at that time. An email came from him, big hesitation to open it! Didn't remember what I was thinking at that time, cuman saya sudah menduga ... this is IT. Saya duduk di depan komputer di rumah kakak saya (my house was being renovated at that time), yang internet nya super lelet ituh. Buka ... Enggak ... Buka ... Enggak ... Meskipun di tengah kebimbangan saya, saya sudah tau isi hati saya dan the way I see about our relationship, tapi keraguan tetep aja muncul. Saya harus wira-wiri dari kamar ke depan piano (komputernya ditaroh di sebelah piano hehehe ...). Telpon si nonik dengan nada setengah panik.

Akhirnya, jam 00.00 lebih sedikit saya coba buka, dengan telpon di telinga, dengan kata-kata, "sabar buk ... tak temenin bukak dari sini ...." kata si nonik. I clicked the message, dag dig dug der proses membuka message yang terasa berabad-abad. And there you go .....
"Gimana buk ... gimana??" tanya si nonik dengan penasaran. While air mata sudah meleleh perlahan di pipi saya, spicless ....

Apa saya sedih? Anehnya kok malah kelegaan yang tiada tara ... no more pointless putus sambung, no more us ... Thnx, dude ... it means a lotttt to me, I can continue on with my love life! 7 years is something ... no regret, babe! It's just something that I have to go through, I learned a lot of things! It's a part of my growing process of being grown up. Finally, you set me FREE on the independence day. *tsaaaah*

Dan akhirnya, obrolan saya dengan si Anto tadi berisi :
Saya (S) : Hey ... MERDEKA!
Anto (A) : Merdeka juga ..... tapi gw kerja nih!
S : Ngerti, tahun lalu jg gitu kan? Gak krasa udah setahun ya dari terakhir kali kita ngobrol.
A : Wah, gila lo pake ngitungin.
S : Pas terakhir kali kita ngobrol was 17 Agt tahun lalu, gak ada orang OL kecuali dikau, dan gw lagi pas patah hati, dan elo kepaksa kerja di negara antah berantah. Di negara mana lo sekaran?
A : Di NZ. Hah, elo lagi patah hati?
S : Enggak ... tahun lalu pas lo ngomel kalo gabisa dateng ke 17an di KBRI, gw tuh lagi pas patah hati.
A : Owalaaahh ... gitu toh. Pantes lo inget kapan terakhir kali kita ceting hhahahah ...
S : Well ... CU next year!
A : Hahahaaha ... CU!


What's gonna be the topic for next year ya? Like, Antooo ... I'm married now! Hahahahah ... that would be awesome!

Enjoykanlah!

Labels: , ,


posted by .:nien:.

|

Friday, August 10, 2007
Pendidikan? Education?

Teman-teman seumuran saya mostly sudah mulai berpikir mengenai pendidikan anaknya. Entah itu ada yang masuk Pre-school, TK, SD bahkan ada yang udah mau masuk SMP (buat yg nikah muda).
Banyak konsep pendidikan yang terpikirkan oleh mereka dari ke mana mereka akan menyekolahkan anaknya, bagaimana cara mendidiknya dan juga keinginan or ambisi mereka terhadap anak mereka.

Menurut saya wajar sekali sebagai orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, walaupun saya sendiri belum menjadi orang tua. Saya bisa mengerti sekali perasaan temen-temen saya itu. Di antara keinginan-keinginan mereka, kalo saya boleh summary, antara lain:
Untuk Manner :
- Menginginkan anak yang baik, sholeh/sholehah, tau sopan santun.
- Tidak mengijinkan anak-anak mereka menonton televisi yang dinilai sudah tidak wajar lagi kenormalannya
- Menggiatkan kegiatan membaca dan bermain
- dan banyak hal positif lainnya.

Untuk hal yang berbau Ambisi antara lain :
- Menjadikan anak mereka menjadi seorang entertain (Hellooooowww ... entertain??? Mamamiaaa?? bukan gak boleh cuman saya suka gatel dengernya ... kenapa gak entertainer yang jelas-jelas bener. Mungkin mereka terlalu malu untuk menjadikan anaknya menjadi seorang penghibur?)
- Memaksa anaknya untuk menjadi juara kelas
- Memaksa anak-anak untuk les ini itu ... (gak capek, naaak? Sini tante peluks)

Untuk hal Pendidikan Formal :

- Menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah Nasional Plus (for those who can afford to send their kids to this expensive school).
- Menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang berbasis Agama agar mereka mempunyai perisai yang kuat terhadap pengaruh buruk jaman.
- Mengirimkan anak-anak tersebut ke luar negeri agar mereka menjadi anak Indonesia berwawasan International.
- Ada juga sih yang masih berpegang teguh menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah negeri yang bermutu baik.

Well ... well ... well ... semua bagus, bapak-bapak, Ibu-ibu (bergaya a la guru TK).
Tidak ada yang salah! Apalagi kalau melihat jaman yang makin seram ini ... orang-orang tua mempunyai concern lebih untuk memberikan double protection pada anak-anak mereka. Karena anak-anak yang belum cukup umur amatlah mudah untuk dipengaruhi, baik pengaruh dari media ataupun dari lingkungan di mana mereka berada. Contoh simple saja (saya, in a way, juga pernah mengalami). Pada saat kita bersekolah, dari rumah sudah dipesan bahwa kalau ada yang kurang dimengerti, tanyalah pada gurumu agar lebih mengerti. Apa lacur? (iiih ... emang lacur hahahaha), begitu pelajaran selesai diterangkan dan ibu guru dengan template standart bertanya di depan kelas, "Ada pertanyaan, Anak-anak?". Yang ada malah ... senggol-senggolan, lirik-lirikan, injek-injekan kaki, instead of bertanya dengan lantang (apa jaman sekarang masih ada ya kejadian kayak begini?).
Contoh lain lagi, kita pasti membekali anak-anak dengan pendidikan manner atau sopan santun standart sehingga mereka bisa survive di lingkungannya. Seperti, mengucap salam, berjabat tangan, mengucapkan kata-kata sopan, dan masih banyak lagi hal yang sudah diajarkan sebagai bekal. Tapi apa lacur lagi (duh kata lacur ini enak sekali digunakan hahahh ...), sering kali orang-orang tua terkaget-kaget sepulang sekolah anak-anak mereka sudah bisa mengumpatkan kata-kata kurang pantas yang seingat bapak-bapak/ibu-ibu tak pernah mereka ajarkan.

Melihat contoh di atas, di jaman yang katanya milenium ini, pembekalan terhadap masa depan anak-anak kita menjadi penting tanpa kompromi. Tapi seringkali, karena kita menjadi sangat-sangat takut akan hal-hal buruk bakal terjadi pada anak-kita, alhasil kita menjadi agak berlebihan mengatur ini-itu anak kita. Lah wong iki anak-anak ku ... ngapain orang lain ribet sih? Tapi pernah terpikir gak capeknya anak-anak kita dengan never-ending les sepulang sekolah? Bagaimana rindunya mereka untuk menjadi just a kid, tanpa direcoki hal-hal yang berbau masa depan no matter how important it is!
Heheheh ... susah-susah gampang memang. Kalau saya boleh mimpi sih ... saya pengen anak saya nanti tumbuh natural (entah bagaimana itu cara mendidik saya nantinya ... dan suami saya nantinya hehehehh). Sampe seumuran saya begini, konsep anak saya nantinya bagaimana ... hmmm ... bapaknya juga belum ada ngapain mikir ribet huahahhahah ...

Saya merasa, pendidikan saya dari kecil agak-agak aneh walaupun saya pretty much enjoying my life so far. Pada saat teman-teman saya masih main game, saya sudah diajak diskusi ekonomi politik prettt jaman itu. Walaupun saya diperbolehkan main game, saya juga tidak terlalu mengenjoykannya karena saya berpikir hang-out dengan orang2 yang jauh lebih tua dari saya lebih-lebih menyenangkan (kebalikan sekarang saya malah jadi kayak ABG hahahah ...). Di saat teman-teman saya disuguhi film kartun oleh orang tua nya, St. Elmo's Fire, Dirty Dancing, Wall-street sudah menjadi tontonan saya waktu itu. Owh .. iya ... Gejolak Kawula Muda a la Chicha Koeswoyo, Rico Tampatty, Titi Dj, dan Ikang Fawzy tidak luput dari pandangan saya waktu itu hahahah ... Diskusi-diskusi panjang a la orang dewasa pun yang membuat saya lebih faham bahwa hidup itu gak semudah membalikkan telapak tangan. It takes a lot of effort dan yang lain-lainnya. Walaupun mungkin tidak saya tanggapi serius at that time, tapi somehow hal tersebut tertanam sekali dalam lubuk pikiran saya yang terdalam.

So, apakah saya ingin anak saya grow up dengan kehidupan yang saya pikir cukup natural seperti saya? Yang kumplit dengan segala kepahitan kegetiran bahagia tawa tangis dan sendawa (loh kok sendawa siiyyy?) menjadi satu? Of courseeeeee ... tapi dengan konsep macem apa? Saya pikirkan later on saja, sambil berdiskusi dengan my life partner, ya kaaaan?

Anyway, kalo mo share mengenai pola didik yang ada di benak Anda, monggo loh! I'm all open for that ... if not ... just enjoykanlah!


posted by .:nien:.

|